Kita mungkin sering membaca novel, dan setiap novel punya alur cerita, kompleksitas, dan keunikannya masing-masing. Novel ini menurutku tidak hanya unik, tapi juga kontemporer. Sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini.
Dalam novel, Si Penulis berusaha mengangkat isu mutakhir yakni perihal pandemi corona virus 2019 yang mana sampai sekarang belum juga berujung. Situasi pandemik begitu lekat mewarnai alur cerita yang dikemas dengan karakter-karakter unik.
Lewat novel ini, kita juga bisa mendapat gambaran tentang situasi dan kepanikan masyarakat saat itu, di awal-awal menyebarnya virus, kira-kira bulan Maret-April 2020. Kepanikan itu menyusupi pikiran setiap orang, terutama akibat pengaruh pemberitaan di mana-mana, berita tentang korban-korban, baik yang sekadar terpapar sampai yang meninggal akibat covid-19. Novel ini penting sebagai pengetahuan karena bagaimanapun, covid-19 sudah menjadi jejak sejarah kehidupan.
Latar novel ini diambil dari situasi masyarakat Kota Kendari. Novel ini diperankan seorang gadis belia yang egois dan penyendiri, Nabara Nisha. Gadis cantik yang malang, yang sudah ditinggal mati oleh ibunya, dan ayah yang sudah bersama keluarga barunya, dia akhirnya terbiasa hidup sendiri di rumah peninggalan orang tuanya yang sewaktu-waktu ditemani oleh Bu Sum sebagai asisten rumah tangga. Namun dalam situasi lockdown, di mana masyarakat dihimbau untuk bekerja di rumah, memaksa Bu Sum untuk mudik dan meninggalkannya sendiri. Tapi beruntung Nisha ditemani oleh sahabatnya, Mei, mereka tinggal bersama di rumah Nisha. Meskipun bukan tokoh utama, saya suka dengan karakter Mei dengan pikiran-pikiran liarnya.
Selain itu, tokoh Attar, pria yang tinggal di asrama depan rumah Nisha, jatuh cinta pada sosok unik Ra, Panggilan akrab Nisha. Attar yang aktif dalam sebuah komunitas sosial yang bergerak dalam bidang kemanusiaan, membantu mendonasikan sembako bagi mereka yang terkena dampak pandemi, karakternya sangat menginspirasi.
Ada juga tokoh Madin, mahasiswa rantau yang harus menghadapi dilema antara diam di rumah menahan lapar, atau rela terpapar virus di luar mencari uang untuk menyambung nyawa. Darinya kita diperlihatkan potret sosial penerima donasi di Kota Kendari.
Alur cerita novel ini juga tidak monoton. Ada bagian-bagian yang tak terduga bagi pembaca yang tidak ngeh, terutama dengan kisah keluarga Nisha pada bagian akhir cerita yang mengharukan.
Namun tetap saja, tak ada yang sempurna. Sebagai kritik saya pada penulis adalah mengenai pengulangan kata-kata ekspresi yang berulang-ulang. Hal itu bisa membuat pembaca bosan. Boleh saja ekspresinya sama, tapi perlu dicarikan sinonimnya agar novel lebih kaya akan kosakata.
Terakhir, saya merekomendasikan teman-teman peminat baca untuk memiliki novelnya dan mengisi waktu dengan kegiatan bermakna dengan membaca. Silakan kunjungi Penerbit Rumah Bunyi.
CP: +62 852-2589-0811
Judul Novel: Musim Kematian yang Sunyi
Penulis: Nitzh Ara
Jumlah Halaman: 168
Harga: Rp. 60.000
Nomor ISBN: 978-623-93064-1-0
COMMENTS