Belakangan ini, Setelah berinteraksi (banyak berdiskusi) dengan Patta Nasrah, Budayawan senior Sulawesi Tenggara, Ada dua hal yang selalu saya ingat tentang Williams Shakespeare, yang pertama adalah tentang nama, "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi)". Yang kedua adalah ungkapan to be or no to be. Patta Nasrah adalah Alumni Fakultas sastra, sastra Inggris pada Universitas Hasanuddin.
To be or not to be, dibacakan (atau lebih tepatnya dibawakan) dalam bentuk puisi Oleh Astika Elfakhri sebagai penampilan pembuka pada acara yang digelar oleh Mahasiswa prodi Sastra Inggris, Universitas Haluoleo. Acara ini mengambil tema "say it with poem" (Katakan dengan puisi).
Acara tersebut dilaksanakan di Kompleks Museum Sultra, Rumah pengetahuan, yang merupakan komunitas yang bernaung pada Idea Project Kendari.
Astika, sebagai penampil pertama sukses membawakan puisi tersebut, menyulap keriuhan menjadi suasana yang lebih khidmat. Secara pribadi, saya merinding ketika menikmatinya, Meskipun dibawakan dengan teks berbahasa Inggris dan kemampuan menerjemahkan saya yang cukup terbatas. Tidak lagi membaca to be or not to be sebagai jadi atau tidak jadi, tapi berwujud memilih kehidupan atau kematian.
Keseluruhan puisi yang ditampilkan, dibawakan menggunakan bahasa Inggris, ini tergolong pementasan yang cukup menarik, hampir tidak pernah ada yang melakukannya, bahkan menurut penyair Hebat yang saya kenal, bukan hampir tidak pernah ada, tapi memang belum pernah ada yang mencoba melakukannya.
Pementasan Seni atau sastra, pada umumnya memiliki tiga manfaat secara langsung. Edukasi, entertainment dan spiritualitas, baik dalam pendekatan Ekstrinsik maupun intrinsik. Keseluruhan pembacaan Puisi yang dibawakan menggunakan bahasa Inggris pada acara tersebut juga merupakan sisi edukasi/pengenalan terhadap konsumsi kita pada karya karya sastra terjemahan.
Selain karya Shakespeare, ada juga karya Pablo Nerruda (always) yang dibawakan, bahkan dua kali dibacakan oleh dua kelompok pementas yang berbeda. Ini tak kalah menarik, sebab kita diarahkan untuk memberikan penilaian, yang mana pementas yang membawakannya dengan kualitas yang lebih baik. Ini bukan lomba, namun saya pikir terdapat alasan yang kuat mengapa puisi itu dibawakan oleh dua pementas? Apakah karena puisi tersebut memiliki pesan yang kuat untuk menerjemahkan tema "say it with poem"? Kita menyerahkannya pada orang orang yang hadir pada acara tersebut, baik pementas maupun penontonnya.
Salah satu puisi yang berbekas dalam pada ingatan saya, juga dibawakan pada acara ini. Ada dua orang perempuan (berpasangan) yang maju ke depan, Awalnya, dalam hati saya bertanya, Puisi apa yang akan dibawakan oleh mereka yang "berjilbab besar" ini? Semoga bukan puisi yang beraliran Materialisme atau Rasionalisme barat yang umumnya menuhankan Akal. Puisi yang berjudul, "do you see it" dibawakan secara berpasangan oleh dua orang perempuan. secara historis, awalnya puisi ini diperuntukkan bagi mereka yang memiliki pandangan miring/negatif kepada Islam, atau Islamphobia. Saya mungkin tidak akan bisa lupa, bahwa salah satu perempuan yang membawakannya bernama Nadia. Nama ini akan menggores dalam, sedalam saya mengingat kapan pertama kali menemukan dan mendengar puisi yang berjudul "Do you see it". Saya tidak menilai bagaimana mereka membawakannya, saya hanya peduli apa yang mereka bacakan/bawakan.
Ada banyak pementas dalam kemasan "Poetry Reading, poetry and Parade, serta Poetry Musicalization. Ada beberapa puisi yang dibawakan yang belum pernah saya dengar/tahu Penulisnya, termasuk nama Emily atau yang lainnya. Saya hanya tahu Shakespeare, Pablo Nerruda, Do you see it (tidak tau Penulisnya).
Imut Mutmainnah, sebagai master of ceremony (MC) pada bagian akhir (penutup acara) juga membacakan sebuah puisi. Saya merekamnya saat dia membacakan puisi tersebut. Saya sempat protes, pada posisi duduk di sebelah kiri penonton, saya lebih dominan dalam mendengar musik pengiringnya (Petikan gitar Astika) dibanding suara pembaca puisinya. Saya yakin yang dibacakannya adalah puisi andalan dengan kualitas andalan (makna puisi) , sebab dibacakan oleh orang yang saya andalkan.
****
Rumah Bunyi, 26 November 2017,
Kahar Muda Daeng Tulolo
Ditulis saat sedang kegerahan, siang ini matahari lebih terik.
To be or not to be, dibacakan (atau lebih tepatnya dibawakan) dalam bentuk puisi Oleh Astika Elfakhri sebagai penampilan pembuka pada acara yang digelar oleh Mahasiswa prodi Sastra Inggris, Universitas Haluoleo. Acara ini mengambil tema "say it with poem" (Katakan dengan puisi).
Acara tersebut dilaksanakan di Kompleks Museum Sultra, Rumah pengetahuan, yang merupakan komunitas yang bernaung pada Idea Project Kendari.
Astika, sebagai penampil pertama sukses membawakan puisi tersebut, menyulap keriuhan menjadi suasana yang lebih khidmat. Secara pribadi, saya merinding ketika menikmatinya, Meskipun dibawakan dengan teks berbahasa Inggris dan kemampuan menerjemahkan saya yang cukup terbatas. Tidak lagi membaca to be or not to be sebagai jadi atau tidak jadi, tapi berwujud memilih kehidupan atau kematian.
Keseluruhan puisi yang ditampilkan, dibawakan menggunakan bahasa Inggris, ini tergolong pementasan yang cukup menarik, hampir tidak pernah ada yang melakukannya, bahkan menurut penyair Hebat yang saya kenal, bukan hampir tidak pernah ada, tapi memang belum pernah ada yang mencoba melakukannya.
Pementasan Seni atau sastra, pada umumnya memiliki tiga manfaat secara langsung. Edukasi, entertainment dan spiritualitas, baik dalam pendekatan Ekstrinsik maupun intrinsik. Keseluruhan pembacaan Puisi yang dibawakan menggunakan bahasa Inggris pada acara tersebut juga merupakan sisi edukasi/pengenalan terhadap konsumsi kita pada karya karya sastra terjemahan.
Selain karya Shakespeare, ada juga karya Pablo Nerruda (always) yang dibawakan, bahkan dua kali dibacakan oleh dua kelompok pementas yang berbeda. Ini tak kalah menarik, sebab kita diarahkan untuk memberikan penilaian, yang mana pementas yang membawakannya dengan kualitas yang lebih baik. Ini bukan lomba, namun saya pikir terdapat alasan yang kuat mengapa puisi itu dibawakan oleh dua pementas? Apakah karena puisi tersebut memiliki pesan yang kuat untuk menerjemahkan tema "say it with poem"? Kita menyerahkannya pada orang orang yang hadir pada acara tersebut, baik pementas maupun penontonnya.
Salah satu puisi yang berbekas dalam pada ingatan saya, juga dibawakan pada acara ini. Ada dua orang perempuan (berpasangan) yang maju ke depan, Awalnya, dalam hati saya bertanya, Puisi apa yang akan dibawakan oleh mereka yang "berjilbab besar" ini? Semoga bukan puisi yang beraliran Materialisme atau Rasionalisme barat yang umumnya menuhankan Akal. Puisi yang berjudul, "do you see it" dibawakan secara berpasangan oleh dua orang perempuan. secara historis, awalnya puisi ini diperuntukkan bagi mereka yang memiliki pandangan miring/negatif kepada Islam, atau Islamphobia. Saya mungkin tidak akan bisa lupa, bahwa salah satu perempuan yang membawakannya bernama Nadia. Nama ini akan menggores dalam, sedalam saya mengingat kapan pertama kali menemukan dan mendengar puisi yang berjudul "Do you see it". Saya tidak menilai bagaimana mereka membawakannya, saya hanya peduli apa yang mereka bacakan/bawakan.
Ada banyak pementas dalam kemasan "Poetry Reading, poetry and Parade, serta Poetry Musicalization. Ada beberapa puisi yang dibawakan yang belum pernah saya dengar/tahu Penulisnya, termasuk nama Emily atau yang lainnya. Saya hanya tahu Shakespeare, Pablo Nerruda, Do you see it (tidak tau Penulisnya).
Imut Mutmainnah, sebagai master of ceremony (MC) pada bagian akhir (penutup acara) juga membacakan sebuah puisi. Saya merekamnya saat dia membacakan puisi tersebut. Saya sempat protes, pada posisi duduk di sebelah kiri penonton, saya lebih dominan dalam mendengar musik pengiringnya (Petikan gitar Astika) dibanding suara pembaca puisinya. Saya yakin yang dibacakannya adalah puisi andalan dengan kualitas andalan (makna puisi) , sebab dibacakan oleh orang yang saya andalkan.
****
Rumah Bunyi, 26 November 2017,
Kahar Muda Daeng Tulolo
Ditulis saat sedang kegerahan, siang ini matahari lebih terik.
COMMENTS