Citizen Journalism:
Sampah memang menjadi salah satu persoalan yang tidak pernah selesai dibahas. Dalam hal kebijakan yang menyertainya pun, tidak pernah tuntas untuk dilaksanakan. Kebijakan terkadang sudah luar biasa mantap, demikian pula strategi yang selalu terbarukan, tapi tetap saja, sampah sebagai masalah yang dibicarakan, dibahas, ia tak pernah benar-benar selesai.
Untuk konteks kota Kendari, yang terbaru adalah serangan yang bertubi-tubi yang dialami oleh Walikota. Pascalebaran Idul Fitri, sampah bahkan menggerakkan sekelompok masyarakat kota untuk menggalang koin untuk mengatasinya. Entah apakah untuk membantu anggaran pemerintah secara langsung soal sampah, ataukah upaya untuk memberikan sumbangan di luar insentif, kepada Pasukan Khusus Kota Kendari yang terkait persampahan di lapangan.
Kita selalu, menjadikan pucuk pimpinan/pemerintah daerah sebagai penanggung jawab mutlak. Sebagai pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan mungkin sudah sangat tepat, lalu bagaimana dengan kesadaran masyarakat kota sendiri, sebagai produsen sampah? Hari ini, saya menemukan kenyataan yang berbeda, dan mungkin saja adalah inti persoalan.
Secara parsial saya akan membicarakan Sampah yang ada di Taman Kota Kendari, Ruang Terbuka Hijau yang hampir di seluruh areanya dipenuhi sampah yang berserakan, bahkan di atas meja permanen, panggung pertunjukan, Amphitheater Termasuk Fasilitas lain yang ada pada ruang terbuka tersebut. Toilet Umum yang tidak bisa diakses untuk umum.
Tadi sore, saya dan banyak teman dari forum komunitas di Kota Kendari, menjadikan Taman Kota sebagai tempat melakukan pertemuan. Kami sedang menggagas secara bersama sama, sebuah festival yang menjadi ruang bersatunya Komunitas untuk menunjukkan karya dan mengkampanyekan kreatifitas serta pengabdian secara sosial.
Saat akan memulai pertemuan, saya lebih dulu meminta ijin ke toilet. Di area Ruang Terbuka Hijau itu, paling tidak ada 3 toilet umum yang dibangun, yang disediakan sebagai fasilitas publik. Ada 2 toilet lama (bangunan kecil berwarna hijau) dan 1 bangunan toilet (berwarna kuning) yang lumayan besar dibandingkan 2 toilet lainnya. Kenyataannya, tak satupun dari ketiga fasilitas publik itu yang bisa dipergunakan, semuanya terkunci.
Karena terdesak dengan rasa tidak nyaman, saya berinisiatif untuk bertanya (dengan penuh keyakinan) kepada ibu-ibu penjual di dekat toilet tersebut. Ternyata benar, kunci berada dalam penguasanya. Saat urusan di toilet sudah selesai, saya mengembalikan kunci. Karena penasaran dengan model pengelolaan ruang dan fasilitas Taman Kota, saya akhirnya bertanya. Ibu-ibu itu dengan bersemangat menjelaskan versi dan keadaan yang dialaminya.
Menurut ibu Eti (yang memegang kunci toilet), ada 10 orang yang dipekerjakan oleh dinas terkait yang bertanggung jawab atas ruang terbuka hijau tersebut (PU). Mereka dijanjikan dan diberi insentif setiap 3 bulan. Besaran nilai pada perjanjian yang mereka tandatangani 700.000 perbulan. Tapi, yang mereka terima hanya 500.000 pertiga bulan. Hal ini dikonfirmasi oleh Sumiati, Ibu-ibu lainnya, yang berdampingan tempat berjualan dengan Ibu Eti.
Ibu Eti juga menjelaskan perihal kunci toilet yang berada dalam penguasaannya. Katanya, Ia hanya membuka pintu toilet setiap hari minggu atau disaat ada acara yang diselenggarakan di tempat itu. Ia yang berinisiatif untuk mengisi air tower dengan membelinya sendiri, lalu ia menarik "retribusi" dari orang orang yang ingin menggunakannya.
Karena banyak yang tidak membayar saat menggunakan toilet tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk menguncinya. Menutup akses untuk dimanfaatkan oleh publik. Ia bercerita soal uangnya yang tidak kembali, ia menderita kerugian. Di sinilah persoalan ruang publik yang tidak bisa diakses oleh publik.
Tentu saya tidak akan menyalahkan Ibu Eti ataupun ibu Sumiati. Mereka hanyalah korban dari perilaku oknum yang seharusnya melakukan tanggung jawabnya, yang seharusnya jujur serta memenuhi hak-hak orang orang yang bertumpu padanya.
Perihal sampah yang berserakan, saya juga mempertanyakannya. Katanya, Tempat itu tidak langsung dibersihkan. Petugas kebersihan yang jumlahnya 10 orang itu, hanya mau bergerak ketika pengawas dari dinas terkait sudah "menyuruhnya", atau paling tidak sudah mengetahui bahwa banyak sampah yang berserakan.
Saya kaget dengan mekanisme kerja dan manajemen persampahan yang seperti ini. Dan itu terbangun sebagai kesepakatan antara pekerja dan yang mempekerjakannya (pengakuan ibu Sumiati).
Lalu soal uang kebersihan yang biasanya "ditarik" oleh pengelola saat ada organisasi atau lembaga yang menggunakan fasilitas tersebut untuk acara atau kegiatan, Ibu Eti dan Ibu Sumiati tidak tahu uang itu diambil siapa, tidak tahu berapa besarannya. Katanya, yang begituan urusannya orang orang atas.
Saya berjanji kepada Ibu-ibu tersebut untuk menuliskan apa yang saya pertanyakan kepada mereka, berikut dengan masalah yang mereka alami. Saya melihat, ada kemauan dari mereka untuk protes dan memperjuangkan hak-haknya, yang tidak dipenuhi dengan semestinya, oleh dinas, atau orang orang yang mempekerjakannya berdasarkan kontrak/perjanjian yang mereka tandatangani.
Melalui tulisan ini, jika ada yang patut dipersalahkan dan dimintai pertanggungjawaban, baik secara sosial, moral dan hukum, terkait sampah, toilet serta manajemen persampahan di Ruang Terbuka Hijau, Taman Kota Kendari, kesalahan itu ada pada orang-orang yang menggunakan fasilitas publik tanpa memiliki kesadaran lingkungan.
Mereka yang menjadikan Taman kota sebagai tempat sampah. Mereka yang membuang sampahnya sembarangan, karena mengira akan selalu ada petugas kebersihan yang bertanggung jawab untuk mengurusi sampah-sampah mereka. Dinas terkait, seharusnya memenuhi hak-hak orang orang yang mereka pekerjakan. Menata dan mengelola Ruang Terbuka Hijau selayaknya, agar kekesalan masyarakat soal sampah dan manajemen di taman kota, tidak melulu ditembakkan ke Walikota, sebagai pimpinan tertinggi di kota ini.
Manusia yang tidak memiliki kesadaran perihal sampah, pada saat itu juga menjadikan mereka sebagai sampah. Apalagi mereka yang membuang sampah sembarangan di ruang publik karena menganggap ada pasukan khusus yang akan mengurus sampah sampahnya... Ia Manusia Sampah!!! *marah😖😖😖.
Kendari, 24-08-2019
Rumah Bunyi
COMMENTS