Me_moderatori para pembicara/Narasumber pada kegiatan ini adalah kebanggaan tersendiri bagi saya. Duduk berdampingan dengan orang orang hebat yang konsisten dengan jalan pilihannya, dan menyebarkan kebaikan dan kebenaran kebenaran yang dipahaminya.
"Mengarahkan" mereka untuk mengupas dan membedah dinding makna dan daya tangkap terhadap film tersebut, merupakan tantangan tersendiri. Kesetaraan dan ketidaksetaraan informasi, menjadikannya berat dan ringan sekaligus. Mereka luar biasa dengan perspektifnya masing masing, sesuai "beban" yang diserahkan kepada mereka.
***
Sineas Muda Sulawesi Tenggara, yang muncul dengan ledakan filmnya yang berjudul Suara dari Pesisir, Susilo Rahardjo, mahasiswa komunikasi pada Universitas Haluoleo. Pada acara ini hadir untuk memberikan komentar dan apreasiasi terhadap film Istirahatlah Kata Kata.
Baginya, film ini sangat menarik direproduksi kembali kreativitas dan sudut pandangnya. Film seperti ini harusnya dikembangkan sebagai "model" alternatif perfilman Nasional. Istirahatlah kata kata sebagai genre film sunyi, memantik kita semua untuk menggali makna pada sumur semiotika yang disuguhkan sutradara.
***
Ode Taufik, Akademisi fakultas hukum Universitas Haluoleo, yang juga merupakan aktivis mahasiswa di Jamannya. Baginya, apa yang dicapai hari ini (menjadi akademisi/dosen) harusnya tidak membunuh Ideologi dan kebenaran yang diperjuangkan saat masih menjadi seorang mahasiswa.
Istirahatlah kata kata, adalah medium membangkitkan sense of humanity, sebab setiap orang memiliki naluri kemanusian yang mengalir dalam dirinya. Kemanusiaan ini menjadi penting sebagai semangat untuk terlibat dan andil dalam setiap gerakan sosial yang dilakukan. Jika generasi muda saat ini menjadi korban atas serangan moderenisasi yang kemudian tergerus semangat dan empati kemanusiaannya, lalu abai dan apatis terhadap sosialitas, biografi ataupun kesejarahan dari tokoh semisal Wiji Thukul dapat dijadikan acuan untuk belajar lebih banyak lagi.
Kehidupan tokoh tokoh pejuang sosial dan kemanusiaan harusnya mengilhami generasi muda saat ini, apa yang pernah dilakukan oleh Wiji Thukul, Che Guevara, bung Karno, Hatta, hingga Syahrir dan tokoh kemanusiaan lainnya, adalah bukti bahwa masa lalu dan sejarah adalah perjuangan. Mereka melakukannya, sebab itu kita juga bisa dan harusnya mampu melakukannya.
Perubahan itu harus diciptakan, diupayakan, bukan ditunggui.
***
Sebagai seorang budayawan, Patta Nasrah memberikan catatan kritis atas Film ini. Narasi tentang informasi dan perjuangan Wiji Thukul sebelum melakukan pelarian atau persembunyian adalah hal yang tidak ditemukan, didapatkan oleh penonton.
Penonton yang hadir, bukan dan belum tahu seluk beluk perjuangan dan apa yang diperjuangkan oleh Wiji Thukul. Kalau pun hari ini, Wiji Thukul dan puisi puisinya tidak cukup mewarnai kesusastraan dan perkembangan puisi di tanah air.
Dalam pandangan lain, Harusnya bukan Wiji Thukul yang dicari, dan atau bahkan dihabisi oleh kekuasaan untuk mempertahankan stabilitas dan ketertiban umum di masa Orde baru. Patta Nasrah meyakini, ada mind of intelektual yang menggerakkan dan memback up gerakan buruh akhir tahun 90an. Dalam analoginya, Wiji Thukul hanyalah Teri dalam gerakan tersebut, ada kuasa kakap yang bermain di belakangnya.
Orde baru, mensyaratkan stabilitas dalam kebijakan ekonominya, untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan kekuatan militer dan kabinet yang disetirnya dengan kontrol penuh, setiap orang dan organisasi yang berpotensi untuk "melakukan pelemahan" terhadap kekuasaan, Dibredel dan dihilangkan bahkan dikriminalisasi secara politik. Hukum dijadikan alat untuk "pembunuh" bagi yang menggangu kekuasaan.
Film tersebut, gagal menghadirkan puisi Wiji Thukul, terlebih lagi Wiji Thukul sebagai seniman dan aktivis pergerakan. Narasinya dititikberatkan pada pelarian dan orang orang yang berada dalam ketakutan. Namun, sebagai kreativitas dan produk kebudayaan, film ini harus diapresiasi dengan sudut pandang yang "levelnya" lebih tinggi, bukan penonton pemula.
Selalu ada maksud yang disembunyikan sekaligus dibuka dengan benderang oleh seorang sutradara dalam sebuah tim produksi. Film ini mendapatkan penghargaan dalam festival film nasional dan pagelaran lainnya, tentu karena memiliki kualitas yang baik. Apakah dalam pandangan sinematografi, film fiksi dokumenter ataupun autobiografi, segmentasi yang menentukannya.
Indielogis sebagai sebuah gerakan kreatif dan kumpulan anak muda produktif, tentu memiliki pertimbangan yang matang dalam memilih film ini untuk dibawa dan diputar di kota Kendari, dengan tingkat kematangan penonton yang berbeda beda, yang selama ini hanya disuguhkan film konvensional atau film film produksi Hollywood lainnya. Mereka luar biasa.
***
Sebagai seorang moderator yang memandu 3 orang pembicara dan menggali gagasannya, dan berada pada peserta dari pemutaran dan Bincang Bincang Film Istirahatlah kata kata ini, adalah pengalaman yang luar biasa. Jumlah penonton yang membludak (prediksi awal 200an orang) ternyata hampir 300 orang, acara ini tergolong sukses. Dukungan dari Komunitas yang bergerak padu dalam acara ini adalah semangat yang mengobarkan geloranya. Semoga, ke depannya akan hadir dan selalu hadir penyelenggaraan yang terus "bertambah" kualitas dan kuantitasnya.
"Mengarahkan" mereka untuk mengupas dan membedah dinding makna dan daya tangkap terhadap film tersebut, merupakan tantangan tersendiri. Kesetaraan dan ketidaksetaraan informasi, menjadikannya berat dan ringan sekaligus. Mereka luar biasa dengan perspektifnya masing masing, sesuai "beban" yang diserahkan kepada mereka.
***
Sineas Muda Sulawesi Tenggara, yang muncul dengan ledakan filmnya yang berjudul Suara dari Pesisir, Susilo Rahardjo, mahasiswa komunikasi pada Universitas Haluoleo. Pada acara ini hadir untuk memberikan komentar dan apreasiasi terhadap film Istirahatlah Kata Kata.
Baginya, film ini sangat menarik direproduksi kembali kreativitas dan sudut pandangnya. Film seperti ini harusnya dikembangkan sebagai "model" alternatif perfilman Nasional. Istirahatlah kata kata sebagai genre film sunyi, memantik kita semua untuk menggali makna pada sumur semiotika yang disuguhkan sutradara.
***
Ode Taufik, Akademisi fakultas hukum Universitas Haluoleo, yang juga merupakan aktivis mahasiswa di Jamannya. Baginya, apa yang dicapai hari ini (menjadi akademisi/dosen) harusnya tidak membunuh Ideologi dan kebenaran yang diperjuangkan saat masih menjadi seorang mahasiswa.
Istirahatlah kata kata, adalah medium membangkitkan sense of humanity, sebab setiap orang memiliki naluri kemanusian yang mengalir dalam dirinya. Kemanusiaan ini menjadi penting sebagai semangat untuk terlibat dan andil dalam setiap gerakan sosial yang dilakukan. Jika generasi muda saat ini menjadi korban atas serangan moderenisasi yang kemudian tergerus semangat dan empati kemanusiaannya, lalu abai dan apatis terhadap sosialitas, biografi ataupun kesejarahan dari tokoh semisal Wiji Thukul dapat dijadikan acuan untuk belajar lebih banyak lagi.
Kehidupan tokoh tokoh pejuang sosial dan kemanusiaan harusnya mengilhami generasi muda saat ini, apa yang pernah dilakukan oleh Wiji Thukul, Che Guevara, bung Karno, Hatta, hingga Syahrir dan tokoh kemanusiaan lainnya, adalah bukti bahwa masa lalu dan sejarah adalah perjuangan. Mereka melakukannya, sebab itu kita juga bisa dan harusnya mampu melakukannya.
Perubahan itu harus diciptakan, diupayakan, bukan ditunggui.
***
Sebagai seorang budayawan, Patta Nasrah memberikan catatan kritis atas Film ini. Narasi tentang informasi dan perjuangan Wiji Thukul sebelum melakukan pelarian atau persembunyian adalah hal yang tidak ditemukan, didapatkan oleh penonton.
Penonton yang hadir, bukan dan belum tahu seluk beluk perjuangan dan apa yang diperjuangkan oleh Wiji Thukul. Kalau pun hari ini, Wiji Thukul dan puisi puisinya tidak cukup mewarnai kesusastraan dan perkembangan puisi di tanah air.
Dalam pandangan lain, Harusnya bukan Wiji Thukul yang dicari, dan atau bahkan dihabisi oleh kekuasaan untuk mempertahankan stabilitas dan ketertiban umum di masa Orde baru. Patta Nasrah meyakini, ada mind of intelektual yang menggerakkan dan memback up gerakan buruh akhir tahun 90an. Dalam analoginya, Wiji Thukul hanyalah Teri dalam gerakan tersebut, ada kuasa kakap yang bermain di belakangnya.
Orde baru, mensyaratkan stabilitas dalam kebijakan ekonominya, untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan kekuatan militer dan kabinet yang disetirnya dengan kontrol penuh, setiap orang dan organisasi yang berpotensi untuk "melakukan pelemahan" terhadap kekuasaan, Dibredel dan dihilangkan bahkan dikriminalisasi secara politik. Hukum dijadikan alat untuk "pembunuh" bagi yang menggangu kekuasaan.
Film tersebut, gagal menghadirkan puisi Wiji Thukul, terlebih lagi Wiji Thukul sebagai seniman dan aktivis pergerakan. Narasinya dititikberatkan pada pelarian dan orang orang yang berada dalam ketakutan. Namun, sebagai kreativitas dan produk kebudayaan, film ini harus diapresiasi dengan sudut pandang yang "levelnya" lebih tinggi, bukan penonton pemula.
Selalu ada maksud yang disembunyikan sekaligus dibuka dengan benderang oleh seorang sutradara dalam sebuah tim produksi. Film ini mendapatkan penghargaan dalam festival film nasional dan pagelaran lainnya, tentu karena memiliki kualitas yang baik. Apakah dalam pandangan sinematografi, film fiksi dokumenter ataupun autobiografi, segmentasi yang menentukannya.
Indielogis sebagai sebuah gerakan kreatif dan kumpulan anak muda produktif, tentu memiliki pertimbangan yang matang dalam memilih film ini untuk dibawa dan diputar di kota Kendari, dengan tingkat kematangan penonton yang berbeda beda, yang selama ini hanya disuguhkan film konvensional atau film film produksi Hollywood lainnya. Mereka luar biasa.
***
Sebagai seorang moderator yang memandu 3 orang pembicara dan menggali gagasannya, dan berada pada peserta dari pemutaran dan Bincang Bincang Film Istirahatlah kata kata ini, adalah pengalaman yang luar biasa. Jumlah penonton yang membludak (prediksi awal 200an orang) ternyata hampir 300 orang, acara ini tergolong sukses. Dukungan dari Komunitas yang bergerak padu dalam acara ini adalah semangat yang mengobarkan geloranya. Semoga, ke depannya akan hadir dan selalu hadir penyelenggaraan yang terus "bertambah" kualitas dan kuantitasnya.
COMMENTS