Dalam rangka peringatan hari buku sedunia, Forum Taman baca masyarakat Sulawesi Tenggara bersama dengan belasan komunitas, Penggiat Seni dan Kebudayaan, penggerak Literasi, Lembaga Pendidikan hingga organisasi sosial dan Profit lainnya menggelar beberapa kegiatan, di antaranya adalah diskusi yang bertema Daya Gerak Daya Cipta, di Pustaka Kabanti.
Dalam kesempatan tersebut, yang tak kalah penting dan menariknya adalah kehadiran Budayawan Sulawesi Tenggara dengan Membawakan Orasi kebudayaan. Dalam orasi kebudayaan yang sengaja tidak diberi judul itu, Patta Nasrah menggambarkan perkembangan kebudayaan dari Abad sebelum Masehi hingga jaman yang serba Postmo. Dari jaman Yunani/Romawi kuno hingga abad manusia menyentuh abad Mark Zuckerberg. Kesepakatan, Bahasa (lisan), Aksara (Huruf dan Simbol) hingga Virtual (audiovisual).
Patta Nasrah dalam orasinya juga menyebutkan tentang perbedaan cara pandang antara filsafat timur dan filsafat barat. Filsafat Timur dengan Ciri khasnya yang melekatkan kebenaran pada sisi metafisika dan transendental. Sedangkan Ciri utama dari filsafat barat adalah rasionalisme dan Materialisme. Patta Nasrah mencoba mengurai perkembangan antara kedua mata rantai filsafat tersebut hingga produktivitas ilmu pengetahuan antara masing masing. Patta Nasrah menyimpulkan dominasi Filsafat barat lebih produktif ketimbang filsafat timur dalam melahirkan karya yang ditarik pada konteks Ilmu pengetahuan.
Patta Nasrah juga mencoba mengurai letak sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk bahasa dan keaksaraan. Pattah Nasrah mengaggap bahwa peradaban tertua di Asia yang memiliki kebudayaan (tulis/simbol) adalah Mesopotamia, yang terletak pada sisi aliran sungai Tigris dan Efrat Yang mengembangkan penulisan dari arah kiri ke kanan, kemudian pada perkembangan selanjutnya menggambarkan Kebudayaan Timur Tengah (Arab) dengan model penulisan/aksara yang dimulai dari Kanan ke kiri. Kemudian sebagai hal yang berbeda dari bentuk penulisan Aksara/simbol itu, muncullah model Penulisan yang berawal dari atas ke bawah (China, Jepang dan beberapa kawasan lainnya yang berbatasan dengan kedua kebudayaan tersebut yang saling mempengaruhi).
Peninggalan kuno dalam bentuk tertulis dalam bentuk aksara maupun simbol di masa lalu masih dapat kita temukan hari ini pada prasasti,relief, dan tempat-tempat bersejarah lainnya karena hal hal tersebut direkam dan didokumentasikan, dituliskan sebagai sebuah karya sejarah dan pra-sejarah. Inilah yang kemudian menjadi semangat dari sisa sisa masa lampau yang tetap harus dilestarikan.
Panjang lebar Patta Nasrah menjabarkan banyak hal mengenai perkembangan ilmu pengetahuan, Literasi dalam berbagai bentuk. Patta Nasrah telah membuka wawasan betapa pentingnya Kesejarahan ilmu pengetahuan harus dibongkar kembali untuk memudahkan kita menemukan pemahaman yang utuh tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan menawarkan model penjajakan secara epistemologi, genealogi hingga ontologis dari bagian bagian ilmu pengetahuan tersebut yang mandiri tanpa campur kuasa Metafisika dan hal hal yang transendental.
Ada banyak hal lain yang Patta Nasrah jelaskan dan gambarkan secara mendetail. Dalam waktu lebih dari sejam, Patta Nasrah telah memantik yang hadir dalam diskusi tersebut untuk kembali merenungkan dan menemukan pertanyaan terhadap kebenaran kebenaran yang telah disepakati antara subjek dan objek selama ini. Inti dari proses penemuan adalah dengan bertanya, bukan menerima sesuatu dengan kesadaran yang dipaksakan sebagai bentuk kekerasan simbolik atau bahkan kekerasan atas eksistensi kemanusiaan kita.
Menurut beberapa yang hadir berdiskusi malam tadi, ini adalah Pidato/Orasi Kebudayaan yang pertama, yang pernah ada di Sulawesi Tenggara yang pernah dinikmatinya secara langsung, yang memiliki sisi menggugat eksistensi dan Ilmu pengetahuan (filsafat).
Mengenai hal ini, saya pikir bukanlah hal yang harus dipertentangkan, hal yang lebih penting untuk kita apreasiasi adalah langkah dan semangat yang menggelora dan dimiliki oleh Patta Nasrah untuk terus menyampaikan sumbangsih pemikiran pada generasi yang haus dengan suguhan ilmu pengetahuan, yang terus ada untuk jaman yang bukan tanggungannya lagi. Patta Nasrah telah hidup pada 3 jaman yang memiliki ciri khas/karakternya yang saling berbeda.
***
Rumah Bunyi, 23 April 2017
Kahar Mappasomba
COMMENTS